Info Terkini

Mengalami Islamofobia di Eropa? Ini yang Perlu Dilakukan

Koordinator komisi Uni Eropa untuk mencegah kebencian anti-Muslim, Marion Lalisse (@marionLalisse / X)
Koordinator komisi Uni Eropa untuk mencegah kebencian anti-Muslim, Marion Lalisse (@marionLalisse / X)

Ditulis oleh Esthi Maharani

BRUSSELS -- Kasus Islamofobia dan antisemit di Eropa meningkat sebagai akibat konflik Israel-Palestina. Koordinator komisi Uni Eropa untuk mencegah kebencian anti-Muslim, Marion Lalisse menegaskan korban-korban Islamofobia harus segera mendokumentasikan kasus-kasus serangan kebencian yang terjadi dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencegah tindak kebencian.

“Tidak ada hierarki antara jenis-jenis rasisme dan diskriminasi yang terjadi. Antisemitisme dan kebencian anti-Muslim sejauh ini telah ditangani bersamaan pada rencana aksi Komisi Uni Eropa tahun 2020-2025,” ucapnya pada Ahad (11/2/2024).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Lalisse mengatakan tantangan terbesar yang dia hadapi dalam tahun pertamanya bertugas adalah kecilnya jumlah laporan dan dokumentasi insiden Islamofobia yang terjadi di Eropa.

“Bekerja dengan data dan mengenali sejauh apa kebencian anti-Muslim yang terjadi adalah tugas yang sangat menantang bagi saya maupun para pendahulu,” kata Lalisse.

Ia menambahkan pihaknya juga menghadapi tantangan dalam membangun sebuah jaringan antara negara-negara anggota Uni Eropa yang menurutnya dapat menjadi wahana mengumpulkan data kasus dan saling berbagi strategi memerangi insiden Islamofobia.

Lalisse turut menyoroti perkembangan dalam upaya pihaknya menjangkau komunitas Muslim, meningkatkan kesadaran atas diskriminasi yang mereka hadapi, serta saling berbagi informasi antara negara Uni Eropa.

Ia mengingatkan masyarakat Muslim Eropa bahwa mereka berhak melaporkan insiden Islamofobia, baik serangan fisik maupun verbal yang mereka alami, kepada penegak hukum serta kepada Badan Hak Asasi Uni Eropa.

Sementara itu, terkait putusan Mahkamah Eropa (ECJ) November lalu yang membolehkan otoritas di negara anggota melarang penggunaan hijab, Lalisse berkata bahwa larangan tersebut mencakup semua simbol agama.

"Apabila pelarangan tersebut diberlakukan kepada semua pegawai dengan cara-cara yang umum dan tidak diskriminatif, maka hal tersebut dapat dianggap wajar menurut kebijakan netralitas kita," ucapnya.

Pihaknya juga telah berkomunikasi dengan pemerintah sejumlah kota dan membahas praktik-praktik di tempat kerja apa saja yang termasuk diskriminasi maupun yang masih dapat diwajarkan. Selain itu, Lalisse menyebut bahwa aksi perusakan Alquran yang sempat dilakukan beberapa aktivis ekstrem kanan merupakan tindakan provokatif dan agresif yang mencederai hati umat Muslim di Eropa dan seluruh dunia.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Dunia dalam genggaman